Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengampunan Pajak oleh Pemerintah Indonesia Tahun 2016

Kebijakan ekonomi berdimensi luas. Selain menambah penerimaan negara, aturan ini mendorong perekonomian dan terwujudnya postur APBN yang lebih baik. Repatriasi aset menjadi pembuka jalan masuknya modal ke dalam negeri.
 
Kebijakan tax amnesty seyogianya dapat dilihat dengan perspektif yang luas. Pengampunan pajak bukan semata persoalan penerimaan negara, tetapi juga potensi untuk mendorong roda ekonomi. Di tengah kondisi global yang masih lesu, setiap tambahan penerimaan merupakan sumber penggerak perekonomian yang ditunggu. Pada jangka yang lebih panjang, perluasan basis data Wajib Pajak tentu bisa mendukung terwujudnya postur APBN yang lebih sustainable. Ujungnya, penerimaan pajak yang lebih tinggi bisa meningkatkan kapasitas belanja pemerintah, bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur, melainkan juga menjalankan program-program kesejahteraan masyarakat lainnya. Yang perlu juga dicatat, tax amnesty dapat dimaknai sebagai ajakan pemerintah kepada setiap Warga Negara Indonesia (WNI) untuk membangkitkan semangat nasionalisme. Mari bersama membangun tanah air kita sendiri. Selama ini, masih terdapat dana dan aset WNI yang diparkir di luar negeri.
 
Kebijakan pengampunan menciptakan kerelaaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak (WP) dan memberikan kesempatan repatriasi. Investasi yang masuk dari fasilitas itu dapat mendukung stabilitas makroekonomi. Misalnya mendorong penguatan nilai tukar rupiah dan menambah cadangan devisa. Jika diimplementasikan tahun ini, kebijakan tax amnesty dapat menjadi pintu masuk reformasi sistem pajak pada periode mendatang. Bukan hanya administrasi pajak, melainkan juga perbaikan berbagai aturan terkait perpajakan lainnya. Di samping itu, pemerintah berkomitmen untuk menerapkan kebijakan tax amnesty sekali saja. Mengapa hanya sekali dan mesti di tahun ini? Karena Indonesia termasuk negara yang menyetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange System of Information (AEoI) antarnegara dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Turki.
 
Konsekuensinya, pertukaran data perbankan untuk kepentingan perpajakan antarnegara tak bisa dielakkan mulai 2018 nanti. Selama ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkadang masih menghadapi kesulitan membuka data perbankan WP karena terganjal Undang-Undang (UU) Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992. Dalam UU tersebut, segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya tergolong sebagai rahasia bank. Dengan berlakunya sistem pertukaran informasi tadi, jika ditemukan ketidakpatuhan pelaporan aset dan pembayaran pajak dari WP pada 2018, mereka tidak akan mendapatkan pengampunan seperti jika mereka mengajukan amnesti pada tahun ini. Rancangan UU Tax Amnesty yang akan dibahas bersama DPR pun sebetulnya sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa presiden memberi amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR, sedangkan Pasal 23A mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, sebenarnya tak ada alasan untuk menunda pembahasan dan pengesahan RUU Tax Amnesty. Apalagi bila hal itu didasarkan pada alasan yang kuat dan dilakukan dengan tetap memegang teguh kaidah-kaidah yang berlaku. 
 
Sumber :Kementerian Keuangan Republik Indonesia
 

Post a Comment for "Pengampunan Pajak oleh Pemerintah Indonesia Tahun 2016"